Aliran dana FREEPORT ke polri dinilai ILEGAL

0 komentar
LSM Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan adanya pembayaran dana keamanan oleh PT Freeport Indonesia kepada kepolisian. Berdasarkan data ICW yang bersumber dari laporan keuangan PT Freeport Indonesia, perusahaan itu mengeluarkan dana senilai 79,1 juta dolar AS dari tahun 2001-2010. Hal ini disampaikan peneliti ICW Firdaus Ilyas, dalam jumpa pers di kantor ICW, Selasa (1/11).
Firdaus mengatakan, ICW belum mengusut apakah dana yang telah dianggarkan itu mengalir ke petinggi Polri. Namun, dia memastikan dana tersebut tidak melewati kementerian keuangan. “Yang pasti dana itu ilegal dan bisa dikatakan sebagai bentuk suap karena uang itu diberikan tidak ada dasar hukumnya,” ujarnya.
Menurut Firdaus, anggaran yang diberikan Freeport kepada kepolisian bukanlah hal yang wajar. Soalnya, tugas menjaga ketertiban dan keamanan adalah tugas polisi. Oleh sebab itu, katanya, lembaga negara dilarang menerima uang dari siapapun bahkan dari institusi ataupun perusahaan.
Koordinator masyarakat adat Papua, Dorus Wakum, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menelusuri dugaan aliran uang dari Freeport kepada aparat TNI-Polri. Menurutnya, KPK harus mengambil sikap terkait persoalan ini. selain itu, dia meminta agar semua pihak termasuk Polri berani transparan mengenai uang jasa keamanan yang diberikan oleh Freeport.
Persoalan kontrak kerja Freeport dengan pemerintah bagi masyarakat Papua sudah menjadi derita yang berkepanjangan. Gunung emas di bumi cenderawasih itu bukannya mensejahterakan masyarakat Papua, tetapi justru memakmurkan aparat keamanan TNI-Polri yang diduga menerima duit jasa keamanan dari Freeport.
Menurut Dorus, hal itu sangat keterlaluan. Hak-hak masyarakat Papua sudah dinjak-injak. “Kalau Kapolri dan Panglima TNI bilang tidak tahu uang itu, itu namanya omong kosong,” katanya di tempat yang sama.
Sementara itu, Koordinator LBH Jakarta Nurcholis mengaku telah melaporkan kasus pemberian dana ini kepada KPK. Menurutnya, lembaga itu harus bertindak secepatnya dengan cara memanggil Freeport, menyita laporan, dan memanggil Kapolri. Dia berharap KPK mampu menangkap pelaku yang masuk dalam kategori gratifikasi.
Di tempat terpisah, juru bicara KPK Johan Budi SP mengatakan harus ada penelusuran terlebih dahulu apakah dana itu masuk dalam bagian dari kontrak kepada pemerintah pusat maupun kepada pemerintah daerah, termasuk aparat keamanan di Papua. Bila dana tersebut adalah dana resmi seperti yang disampaikan Freeport, maka harus ada auditnya oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengelola Keuangan Pemerintah (BPKP).
“KPK tidak bisa langsung masuk untuk menangani dugaan gratifikasi tersebut. Sebab, pemeriksaan tidak bisa dilakukan tanpa ada dasarnya,” kata Johan.
KPK belum melakukan koordinasi dengan BPK maupun BPKP sejauh ini. KPK, katanya, baru mendengar masalah ini dari pemberitaan di media massa. Oleh sebab itu, Johan menegaskan KPK tidak bisa menyimpulkan pemberian uang dari Freeport kepada polisi adalah bentuk gratifikasi sebelum perkaranya jelas.
Berita adanya aparat kepolisian yang menerima dana dari Freeport, telah dibenarkan Kapolri. Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol Saud Usman Nasution, mengatakan sebagai rasa tanggung jawab, Polri bersedia diaudit. Namun, pihaknya akan meminta data ke Freeport terlebih dahulu mengenai pemberian dana tersebut.
Saud masih berkelit soal dana AS$14 juta. Menurutnya, Polri belum mengetahui secara detail anggaran dana sebesar itu. Oleh sebab itu, dibutuhkan klarifikasi dari Freeport. “Dengan mengantongi data itu, Polri akan mengetahui berapa sebenarnya besaran dana, kepada siapa saja, dan untuk apa dana itu digunakan,” katanya.
Menurut Saud, selama ini dana yang diberikan perusahaan kepada Polri dianggap dana hibah. Dia menjelaskan, dana hibah itu kemudian dilaporkan ke Kementerian Keuangan. Setelah dilaporkan, Kemenkeu memberikan kembali dana hibah itu sebagai dana operasional sesuai peruntukannya. Sayangnya, dia enggan mengomentari salah tidaknya dana yang digelontorkan Freeport melalui Polda Papua tanpa meminta persetujuan Polri.
Lebih jauh mantan Kepala Detasemen Khusus (Kadensus) 88 Anti Teror itu menegaskan, Polri akan membentuk tim khusus menelusuri kebenaran pemberian dana pengamanan Freeport. Hanya saja soal kapan akan dibentuk, Saud belum mengetahui secara detail.





Leave a Reply