Hukum Perjanjian Pasal 1313 B.W

0 komentar
Pelaksanaan hukum perdata secara sadar atau tidak sadar telah diterapkan oleh setiap orang setiap harinya. Salah satu aspek hukum perdata, yaitu perikatan, yang dapat diambil sebagai contoh adalah perbuatan seorang ibu rumah tangga yang membuat suatu perjanjian dengan pemilik warung di sebelah rumahnya untuk melakukan jual beli bahan masakan. Hal tersebut merupakan contoh dari perjanjian yang hampir terjadi setiap hari di kalangan masyarakat.

Namun pada contoh yang lain yaitu dimana seorang anak SD yang hampir setiap hari menggunakan jasa angkot untuk pergi ke sekolah, justru menimbulkan pertanyaan tersendiri dilihat dari segi hukum. Hal yang menjadi masalah adalah apakah perbuatan anak SD yang naik angkot tersebut merupakan bentuk perjanjian yang sudah sesuai dengan KUHPerdata.

Berikut analisis secara kasar tentang implementasi unsur perjanjian dalam penggunaan jasa angkutan oleh orang belum cukup umur :

I. Perbuatan yang Dianggap sebagai Perjanjian

A. Definisi Perjanjian

Berdasarkan Pasal 1313 BW, disebutkan bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih (definisi dengan konteks perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan).

B. Syarat Terjadinya Perjanjian

Syarat terjadinya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 BW, yaitu :

Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Suatu pokok persoalan tertentu.
Suatu sebab yang tidak dilarang.

C. Unsur Subyektif dalam Perjanjian, serta Konsekwensi Hukumnya

Keempat syarat perjanjian di atas dikelompokkan dalam bentuk 2 unsur yaitu unsur subyektif (meliputi syarat pertama dan kedua) serta unsur obyektif (meliputi syarat ketiga dan keempat).

Tidak terpenuhinya unsur subyektif mengakibatkan konsekwensi hukum yang akan mengakibatkan perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Pembatalan perjanjian tersebut diatur salah satunya dalam Pasal 1446 BW dimana pembatalan perjanjian hanya dapat dilakukan oleh pihak yang tidak cakap, dan terhadap perjanjian tersebut dianggap sah sampai pada waktu pembatalan.



II. Penggunaan Jasa Angkutan oleh Seorang Tidak Cakap merupakan Suatu Perjanjian

Penggunaan jasa angkutan merupakan salah satu aspek dalam hukum perdata yang terjadi karena perjanjian antara pengangkut dengan penumpang. Pada kasus dimana penumpang merupakan seorang anak SD, maka pertama-tama harus ditelusuri terlebih dahulu pemenuhan unsur-unsur perjanjian dalam kasus tersebut.

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.

Pengangkut (sopir angkot) dan penumpang (anak SD) adalah para pihak yang sepakat untuk mengikatkan dirinya dalam perjanjian pengangkutan. Kesepakatan tersebut dinilai saat anak SD menyerahkan uang atas harga yang disepakati dan uang tersebut diterima oleh sopir.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

Kecakapan seseorang diatur dalam Pasal 330 BW dimana anak yang belum mencapai umur 21 tahun atau tidak kawin sebelumnya merupakan orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perikatan. Anak SD rata-rata berusia di bawah 21 tahun dan belum kawin sehingga disimpulkan anak SD tersebut adalah pihak yang tidak cakap.

3. Suatu pokok persoalan tertentu.

Hal yang menjadi pokok persoalan adalah perjanjian pengangkutan angkot.

4. Suatu sebab yang tidak dilarang.

Perjanjian pengangkutan tersebut timbul atas kehendak seseorang yang ingin memindahkan dirinya ke tempat lain menggunakan media angkot. Kehendak tersebut tidak melanggar hukum, sehingga syarat keempat dalam perbuatan anak SD naik angkot tersebut telah terpenuhi.


Berdasarkan analisis di atas, maka dapat diketahui bahwa perbuatan seorang anak SD yang menggunakan jasa angkutan tersebut tidak memenuhi syarat kedua terjadinya perjanjian. Namun yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah ketika suatu perbuatan yang diasumsikan sebagai perjanjian tidak memenuhi syarat subyektif, maka konsekwensi hukumnya adalah perjanjian tersebut dapat dibatalkan oleh pihak yang tidak cakap dan terhadap status perjanjian tersebut adalah sah dan dianggap ada selama pihak tidak cakap tidak membatalkan perjanjian.

Kesimpulan yang dapat ditarik adalah penggunaan jasa angkutan oleh seorang tidak cukup umur tetap merupakan bentuk perjanjian dengan akibat hukum perjanjian tersebut dapat dibatalkan.

Leave a Reply